Pada tahun 1978, terbit dua buah buku yang menandai kajian-kajian baru tentang Islam dan Timur Tengah. Buku pertama berjudul “Orientalism“, ditulis oleh Edward Said, seorang cendekiawan keturunan Palestina. Buku kedua berjudul “Islam and Secularism“, ditulis oleh Syed Mohammad Naquib Al-Attas, seorang cendekiawan muslim Indonesia yang bermukim di Malaysia.
Dua studi itu terlihat tak jauh berbeda dengan karya-karya yang lahir pada masa itu, namun menandai masa baru kajian baru tentang Islam dan Timur Tengah.
Buku pertama, Orientalism,membongkar tampilan-tampilan ‘Barat’ yang selama ini muncul dalam literatur-literatur studi Timur Tengah. Said membongkar bagaimana ‘Timur’ (maksudnya di sini adalah ‘Timur Tengah’) itu ditampilkan secara diskursif oleh Barat, untuk memperlihatkan superioritas Barat atas dunia Timur. Said menggabungkan konsep ‘formasi diskursif’ (relasi kekuasaan yang ditampilkan atas teks) yang dipinjamnya dari Foucault untuk melihat bagaimana diskursus-diskursus Barat menampilkan dunia Islam dalam studi-studi yang mereka lakukan, serta konsep ‘hegemoni’ yang berasal dari Gramsci untuk melihat hierarki-hierarki yang muncul dari diskursus tersebut. Kesimpulan Said, selama ini studi tentang Timur Tengah bukanlah studi yang ‘genuine’ menampilkan Timur apa adanya; ia ‘ditampilkan’ oleh ‘Barat’ melalui karya-karya mereka. Continue reading “Barat dan Timur” →