Haul Guru Sekumpul: Sebuah Catatan Personal

Beberapa hari ini, kawasan Sekumpul Martapura dipadati oleh para peziarah dan jamaah yang akan mengikuti haul Guru Sekumpul, ‘Alimul ‘Allamah KH Zaini Abdul Ghani, yang juga dikenal sebagai Guru Sekumpul atau Guru Ijai (sebagai kami memanggil beliau). Beliau memang ulama kharismatik. Jamaah pengajian beliau dulu selalu dipadati jamaah, dan banyak murid beliau yang kemudian juga menjadi ulama di Kalimantan Selatan. Konon, di tahun 1990an, beliau pernah menjadi Mustasyar PBNU di masa kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang juga menghormati beliau.

Saya tentu tidak ikut melaksanakan haul. Alasan pertama adalah jauh – lha gimana, saya berada di Brisbane sini, terpaut Laut Arafuru dan Samudera Pasifik dari Sekumpul Martapura. Alasan kedua adalah teologis – sebagai warga Muhammadiyah, tentu saya tidak biasa melakukan haul. Well, ini cukup klasik dan sebaiknya saya tidak usah ceritakan disini (karena berdasarkan pengalaman, perdebatannya bisa tidak berakhir sampai satu hari satu malam, hahaha). Walaupun orang-orang Muhammadiyah (“Kaum Muda”, kalau dalam sejarah Alabio) tidak mahaul, tetap saja jamaah berdatangan ke Sekumpul untuk haul dan ziarah.  Continue reading “Haul Guru Sekumpul: Sebuah Catatan Personal”

Catatan Harian #PhDJomblo (6): Islam Berkemajuan ala Al-Tahir Ibn Ashur

Kemarin (dan sepertinya dalam beberapa bulan ke depan), saya membaca kitab klasik dari Syaikh Al-Tahir Ibn Ashur yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Treatises on al Maqasid al-Shari’ah. Bukunya agak tebal, dan dimensi fiqh-nya sangat terasa. Maklum, Ibn Ashur adalah seorang ulama Fiqh di awal abad ke-20. Beliau berasal dari Tunisia dan sempat berinteraksi dan, secara tidak langsung, menjadi “murid” dari Muhammad ‘Abduh, Syaikhul Azhar kenamaan itu.

Nama Ibn Ashur memang tidak begitu terkenal di Indonesia – mungkin karena pendekatan fiqh beliau yang sangat jelas coraknya sebagai fuqaha Mazhab Maliki. Plus, bisa jadi, karena gagasan-gagasan pembaharuan keagamaan yang hadir di Indonesia ditransmisikan melalui Syaikh Rashid Rida’ melalui Tafsir Al-Manarnya, dan tidak banyak menghadirkan Ibn Ashur dan pemikiran-pemikiran keagamaanya. Belakangan, saya mengenal Ibn Ashur ketika membaca buku Muhammad Yasir ‘Audah (ofisialnya adalah Jasser Auda hehehe) tentang Maqasid Al-Shariah, yang sedikit banyaknya merujuk pada kajian luar biasa Ibn Ashur tentang Maqasid (selain, tentu saja, Imam Asy-Syathibi yang sudah terlebih dulu menulis tentang Maqasid Al-Shariah). Continue reading “Catatan Harian #PhDJomblo (6): Islam Berkemajuan ala Al-Tahir Ibn Ashur”

Ahmad Rizky Mardhatilah Umar: Tarbiyyah yang Dikembangkan PKS Sudah Mentok

Wawancara di Indoprogress, 19 Desember 2014. Untuk versi yang ‘asli’, silakan rujuk ke https://indoprogress.com/2014/12/ahmad-rizky-mardhatilah-umar-tarbiyyah-yang-dikembangkan-pks-sudah-mentok/

Silakan dinikmati, sambil ngopi atau ngeteh saja ya, jadi tidak serius-serius amat! Hehehe.

MEMBICARAKAN Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tanpa menyebut keberadaan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), adalah abai sejarah. KAMMI, yang didirikan di Malang pada 29 Maret 1998 ini, merupakan jantungnya PKS. KAMMI adalah embrio PKS dan sekaligus wadah pencetak kader-kader PKS.

Dari hubungan seperti itu, tak terhindarkan anggapan bahwa garis politik dan ideologi PKS dengan sendirinya merupakan garis politiknya KAMMI. Bagaimana PKS memandang hubungan Islam dan Negara, terefleksi dalam pandangan KAMMI juga. Demikian pula, ketika KAMMI melakukan aksi-aksi politik yang konkret, hal itu dibaca sebagai bagian dari proyek politik PKS. Ketika KAMMI menolak kebijakan pemerintah yang memangkas subsidi BBM, maka hampir dipastikan itu merupakan turunan dari kebijakan PKS. Independensi gerakan adalah barang langka buat KAMMI.

Tetapi, pandangan umum yang sudah dianggap sebagai kebenaran ini, tidak sepenuhnya benar. Sebuah penelusuran yang lebih detil menunjukkan bahwa KAMMI bukanlah sebuah organisasi yang monolitik. Walaupun terbilang kecil, dalam tubuh KAMMI kini muncul sebuah gerakan pembaruan yang menyebut dirinya KAMMI Kultural, yang mencoba membawa pesan-pesan yang berbeda dengan anggapan umum selama ini terhadap KAMMI: tentang independensi KAMMI dari PKS, tentang kebebasan akademik, dan soal pluralisme dan toleransi. Untuk mengetahui perkembangan menarik ini, r IndoPROGRESS, berbincang-bincang dengan Ahmad Rizky Mardhatilah Umaraktivis KAMMI Kultural dan Tia Pamungkaspengajar di jurusan Sosiologi Universitas Gadjah Mada dan peneliti gerakan Tarbiyyah. Berikut petikannya: Continue reading “Ahmad Rizky Mardhatilah Umar: Tarbiyyah yang Dikembangkan PKS Sudah Mentok”