Alhamdulillah, sudah tepat dua bulan saya berada di Univesity of Queensland. Sudah beberapa gajian saya lalui. Sudah beberapa kali juga bertemu supervisor, dan sudah beberapa Workshop juga dilalui bersama Direktur Pascasarjana dan mahasiswa-mahasiswa Doktoral yang lain. Kini tinggal menuntaskan satu milestone atau capaian yang mesti saya tuntaskan di sini: Confirmation Review.
Masa2 ini, menurut pak Supervisor, adalah masa-masa “blue sky”, dimana kita menyusun “awan” kita sendiri di langit yang biru. Oh ya, saya harus disclaimer dulu: sebelum sampai ke UQ (tepatnya, ketika mendaftar), kita diharuskan untuk menulis proposal penelitian, yang kita kirimkan ke Direktur Pascasarjana sebelum kemudian didistribusikan ke dosen-dosen yang tertarik dengan riset saya. Dua hari kemudian, supervisor saya membalas dan memberikan beberapa respons. Saya membalas satu bulan kemudian dan dia langsung setuju, saya akhirnya mendaftar secara formal dan lima bulan kemudian dinyatakan diterima, lengkap dengan beasiswanya.
Eh, tapi, tunggu dulu. Sudah diterima bukan berarti proposal kita bisa langsung terus. Awal Februari kemarin, saya bertemu dengan Bapak Supervisor dan beliau langsung bilang begini, “ya, saya tau kalau mahasiswa sedang menulis proposal, mereka biasanya menulis terburu-buru. Jadi, biasanya beberapa bulan pertama, mahasiswa akan berada dalam fase “langit biru”, entah mereka mungkin akan terus dengan proposa dan ide yang sudah mereka tawarkan, atau malah berubah. Jangan takut, keduanya oke kok”.
Jadi, sekitar 6-7 bulan pertama adalah masa yang disebut sebagai ‘langit biru’. Kira-kira maksudnya begini: kita keluarkan semua bacaan, ide, dan apapun yang kita miliki di atas meja. Lalu mulai membaca. Dan menulis. Dan menggali lebih dalam apapun yang tersembunyi dan mulai menjadikan ini bagian dari hidup kita selama 3-4 tahun ke depan. “Yang penting,” kata supervisor, “kamu mencintai apa yang akan kamu kerjakan ke depan”.
Ups, tau aja pak kalau saya juga sedang mencari “cinta”. Hehehe.
Nah, artinya lagi: lupakan proposal. Lupakan Research Question. Lupakan bahwa kita sudah menulis 4000-5000 kata dengan susah payah – mulailah dengan sesuatu yang baru ke depan. Tulislah sesuatu yang baru dan kamu sukai!
Kalau anda pernah membaca The Silmarillion (saya termasuk penggemar karya-karya JRR Tolkien dan “Dunia Tengah”-nya), anggap saja kita seperti Earendil yang menjelajah lautan dengan Vingilot bersama Elwing (saya tidak bersama siapa-siapa🙈). Syahdan, Earendil ini adalah ayah dari Elrond the half-Elven, juga moyang dari Elros dan raja-raja kaum Numenor (termasuk juga Aragorn, protagonis utama dalam The Lord of the Rings). Ia putra dari Tuor dan Idril, pangeran terakhir Gondolin sebelum kejatuhannya. Bapaknya manusia, sementara ibunya peri, jadi ia setengah peri dan setengah manusia (kejadian ini cuma dialami oleh Beren dan Luthien, kakek dari istrinya, Elwing). Setelah kejatuhan Gondolin, dan perseteruannya dengan tiga putra Feanor yang mencari Silmaril, ia berkelana mencari tanah kaum Valar guna meminta bantuan utk mengalahkan Morgoth yang menguasai dunia tengah.
Perkelanaan ini, di tengah jalannya, memisahkannya dengan Elwing, yang membekalinya bintang yang bersinar, serta dua orang anaknya, Elros dan Elrond, yang diculik oleh para putra Feanor.
Ini mungkin lebay, tapi semacam inilah yang dilakukan PhD baru seperti saya dan beberapa teman lain. Berkelana di lautan tanpa tepian, untuk mencari tanah pengharapan bernama Valinor, tempat kaum Valar bermukim. Sejarahnya panjang kalau saya ceritakan, tapi yang jelas PhD adalah perjalanan panjang dan penuh kesunyian. Bagi yang #PhDJomblo, ini ketambahan ‘sendirian’ dan ‘penuh kegalauan’ (hehehe). Mungkin baru di pertengahan kedua tahun pertama saya baru akan mengerucutkan tema dan menulis proposal.
Tapi untunglah, sebagaimana Earendil yang juga dibekali bintang yang bersinar oleh Elwing, istrinya yang konon masih keturunan Beren dan Luthien dan tinggal di Gondolin sebelum kehancurannya, saya juga dibekali dua orang supervisor, Bapak dan Ibu, yang cukup mumpuni dalam Teori. Supervisor pertama lulusan Amerika Serikat dan memang dikenal sebagai Teoretikus dalam studi HI. Ibu supervisor mantan Diplomat Irlandia yang kemudian memilih bergelut di dunia akademik selepas lulus Doktoral di ANU. Alhamdulillah beliau2 ini mau membimbing mahasiswa #PhDJomblo yang penuh keterbatasan seperti saya.
Setiap dua pekan sekali, di sela-sela kesibukan mereka, kami bertemu untuk diskusi. Selepas diskusi, saya mengirim tulisan refleksi 1,000-kata untuk diskusi. Kadang mereka memberi feedback, tapi seringnya tulisan itu didiskusikan di pertemuan berikutnya. Begitu terus. Supervisor pertama, biasanya “menantang” dan mempertanyakan argumen saya, sehingga memperluas horison berpikir, dan membuka problem baru yang menantang utk dipecahkan. Supervisor kedua biasanya memberikan insight, mengoreksi, menghubungkan argumen dan analisis saya dengan kajian lain. Kombinasi yang menurut saya cukup “pas”. Tidak lebih, dan tidak juga kurang.
Alhamdulillah, keduanya suportif dengan pengembangan intelektual mahasiswanya yang minderan dan nggak pedean ini. Jadinya, masa blue sky ini alhamdulillah bisa saya nikmati sejauh ini. Meskipun harus masak sendiri (lha, ini kan sudah sejak Master dulu, hehehe) dan mengarungi malam-malam yang tidak begitu panjang (karena saya tidak begadang) di flat, kantor saya yang kecil di General Purpose North 39A, serta terkadang di Perpustakaan Sosial-Humaniora di Gedung Duhig North. Membuka-buka buku klasik dan Disertasi orang-orang. Membaca artikel jurnal. Mengecek artikel-artikel baru di beberapa jurnal favorit. Dan tentu saja membuka ulang catatan-catatan sejarah (karena riset saya sedikit banyaknya historis).
Sebagaimana pengelanaan Earendil, yang membuka wawasannya tentang 3 Silmaril dan peri-peri yang kembali ke dunia tengah, serta asal-usul Morgoth, fase ini bisa saya gunakan untuk memperluas pengetahuan saya tentang topik yang saya geluti. Mempertanyakan asumsi-asumsi yang selama ini sudah tertanam dengan mapan di kepala saya. Termasuk merekonstruksi sejarah disiplin HI sendiri, dengan cara pandang saya sendiri. Karena semakin hari, saya semakin dituntut untuk tidak lagi percaya dengan apa yang disebut “disiplin”. Mengkritik teori-teori besar. Dan, dengan segala keterbatasan dan atas bimbingan para “Guru” di sini, mencoba membangun sebuah cara pandang baru untuk memahami apa yang sedang ingin saya kerjakan. Walaupun sunyi, sepi, dan sendiri.
Oh ya, sembari juga tidak lupa. bahwa hari ini, Morgoth dan antek-anteknya tengah bangkit hari ini di dunia tengah, melalui partai-partai baru yang tidak kreatif dan elit-elit lama yang muncul kembali dengan preman-preman mereka. Dan sudah jadi tanggung jawab kaum Valar, dan peri-peri yang tidak pergi ke dunia tengah, untuk mencegah mereka bangkit kembali. Dan mencoba untuk menikmati menjadi #PhDJomblo di tahun politik yang ganas dan barbar ini.
Oh ya, karena saya bicara sedikit tentang The Silmarillion, ini penampakannya. Sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia kok.
